Wamenlu Norwegia soroti peran penting perempuan di misi perdamaian

Ibukota – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Norwegia Andreas Motzfeldt Kravik menyoroti peran penting dari keterlibatan perempuan di misi lalu perjanjian perdamaian dunia.
“Agar perjanjian perdamaian bisa saja berkelanjutan serta mempunyai kredibilitas, perempuan harus terlibat pada pembicaraan. Perempuan juga wajib berubah menjadi bagian dari delegasi yang mana mencari perdamaian,” kata Wamenlu Kravik ditemui usai acara Simposium ASEAN Institute for Peace and Reconciliation(ASEAN-IPR) pada Jakarta, Selasa.
Kravik menuturkan bahwa perwakilan perempuan yang tersebut berperan bergerak di mencari perdamaian, merupakan bagian penting dari strategi nasional negaranya. Janji yang dimaksud salah satunya tercermin pada Rencana Aksi Nasional kelima mengenai perempuan, perdamaian, lalu keamanan.
Dia menjelaskan bahwa sebuah perjanjian perdamaian, yang mempunyai kredibilitas kemudian legitimasi, harus dianggap sah oleh penduduk yang mana terdampak.
Dan tentu saja, perempuan adalah bagian dari komunitas yang kerap kali menderita akibat konflik sehingga upaya perdamaian kemudian rekonsiliasi efektif, perempuan harus ikut serta sebagai bagian dari solusi, kata Kravik.
Pejabat Norwegia yang dimaksud turut mengapresiasi upaya yang mana dijalankan ASEAN untuk menyokong peranan perempuan pada perjanjian perdamaian melalui Lembaga ASEAN untuk Damai juga Rekonsiliasi ASEAN-IPR.
“Saya sangat terkesan dengan semua yang dimaksud dilaksanakan negara-negara ASEAN pada hal perempuan, perdamaian, dan juga keamanan, dan juga bergerak forward dengan keterlibatan yang diarahkan pada pencapaian perdamaian lalu rekonsiliasi, baik antarnegara maupun antara negara lalu pemangku kepentingan non-negara,” ucapnya.
Lebih lanjut Kravik mengakui bahwa terdapat tantangan di merancang kapasitas bagi perempuan pada ASEAN, teristimewa akibat adanya keterbatasan dana dan juga prioritas lain yang juga membutuhkan pendanaan. Namun, ia menekankan bahwa keterlibatan perempuan di perdamaian ini harus berubah jadi prioritas.
Terkait Indonesia, beliau bahkan mengkaji bahwa jikalau pemerintah Tanah Air ingin mencapai target pertumbuhan sebesar 8 persen, perempuan harus berubah menjadi bagian dari solusi.
“Hak asasi manusia lalu supremasi hukum harus didukung. Bukan cuma sebab itu hal yang dimaksud benar, tetapi akibat itulah cara yang tepat untuk menjalankan pemerintahan yang digunakan efektif, dan juga itulah cara untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi Anda,” ujar dia.
Adapun Norwegia telah terjadi mengupayakan sebagian inisiatif dalam ASEAN di perdamaian serta rekonsiliasi, satu di antaranya Inisiatif ASEAN-IPR tentang Perempuan pada Proses Perdamaian, yang digunakan bertujuan untuk menghimpun pengalaman masa saat ini dan juga masa berikutnya tentang partisipasi perempuan di penciptaan lalu pembangunan perdamaian di dalam semua Negara Anggota ASEAN (AMS).
Selama bertahun-tahun, Norwegia sudah bergerak di beberapa upaya perdamaian kemudian rekonsiliasi ke Asia Tenggara, termasuk pada Filipina, Myanmar, dan juga Indonesia, yakni dalam Aceh.
Upata Norwegia di perdamaian serta rekonsiliasi berputar dalam sekitar nilai-nilai kepemilikan para pihak, inklusivitas, imparsialitas, lalu kolaborasi di antara para pihak terkait.
Artikel ini disadur dari Wamenlu Norwegia soroti peran penting perempuan dalam misi perdamaian