Komunikasi Etnografi Kritikal pada Menunjang DEI kemudian CSR Organisasi

Muhammad Alfath Fiqhya Amrinagara
Mahasiswa S2 Keilmuan Komunikasi UPN Veteran Jakarta
DALAM proses komunikasi kritis yang semakin kompleks kemudian berkembangnya kesadaran pada dinamika sosial, pendekatan kritis terhadap praktik hubungan rakyat menjadi semakin relevan lalu dibutuhkan. Salah satu pendekatan yang digunakan menawarkan kerangka analisis mendalam terhadap kekuasaan, representasi, lalu dinamika sosial adalah etnografi kritikal. Hal ini berasal dari tradisi antropologi kemudian ilmu sosial. Etnografi kritikal tidaklah semata-mata berupaya memahami budaya kemudian praktik sosial melalui observasi lalu partisipasi, tetapi juga bertujuan untuk mengungkap dan juga menantang struktur ketimpangan lalu dominasi di masyarakat. Hubungan rakyat sebagai salah satu strategi yang digunakan disusun untuk pembentukan citra, komunikasi strategis, serta manajemen untuk persepsi rakyat yang mana ditujukan untuk menciptakan imej yang mana baik untuk suatu perusahaan atau kampanye. Oleh dari itu, menggabungkan etnografi kritikal di praktik hubungan masyarakat membuka potensi untuk memulai pembangunan pendekatan komunikasi yang tersebut lebih lanjut reflektif, inklusif, kemudian transformatif.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi keterkaitan antara etnografi kritikal lalu hubungan publik, dan juga bagaimana pendekatan ini dapat memperkaya praktik kehumasan , khususnya di konteks manajemen isu serta krisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan secara mendalam praktik manajemen isu dan juga krisis melalui pendekatan etnografi kritikal pada konteks hubungan masyarakat (PR) perusahaan yang digunakan berjanji terhadap nilai Diversity, Equity, and Inclusion (DEI). Penelitian ini bukan dimaksudkan untuk menguji hipotesis, melainkan untuk mengeksplorasi, memahami, juga mendeskripsikan praktik komunikasi kemudian budaya organisasi yang mana berkaitan dengan upaya memulai pembangunan relasi yang dimaksud sehat antara perusahaan, karyawan, serta masyarakat.
Pada zaman yang tersebut telah semakin kritis ini, sebuah kampanye atau organisasi membutuhkan suatu usaha untuk mendirikan etnografi pada kegiatannya. Menurut Hammersley and Atkinson (2007), etnografi adalah kegiatan melibatkan partisipasi etnografer, pada keberadaan sehari-hari orang-orang di jangka waktu yang dimaksud lama, untuk mengamati apa cuma yang mana terjadi, mendengarkan apa yang tersebut dikatakan, serta mengajukan pertanyaan melalui wawancara secara informal maupun formal. Selain itu menurut Madison (2019), Etnografi yang dimaksud akan menghasilkan kembali sebuah interpretasi yang dimaksud dapat menjelaskan apa yang dimaksud dirasakan dari orang orang yang diwawancarai, dengan dilakukannya hal yang disebutkan terhadap banyaknya orang akan menciptakan sebuah strategi untuk menjawab serta melakukan hal hal yang didapat dari etnografi tersebut.
Menurut Sharrock & Hughes (2001), pada melaksanakan etnografi, sang etnografer miliki tugas untuk mengidentifikasi juga mengkonsepkan regularitas dari fenomena yang mana terjadi sehingga prosesnya cukup menyelidik. Oleh akibat itu biasanya menggunakan pendekatan yang dimaksud berakhir terbuka sehingga sang etnografer harus dapat menentukan siapa hanya yang digunakan perlu diwawancarai, bagaimana cara mengembangkan interview tersebut, dan juga juga mendapatkan hasil yang dimaksud dapat diproses menjadi suatu strategi yang dimaksud dapat diimplementasikan.
Oleh sebab itu, perusahaan dan juga juga kampanye yang mana menggunakan etnografi untuk menangani isu dan juga juga keharusan lalu permintaan dari perusahaan tersebut, dimana sebuah perusahaan harus dapat melakukan komunikasi dua arah dengan pegawainya kemudian juga masyarakat. Komunikasi dua arah ini dapat dijelaskan dengan studi The Excellence Theory of Public Relation yang digunakan dilaksanakan oleh The International Association of Business Communicators Research Foundation dimana Grunig (2008) menyatakan bahwa nilai dari hubungan umum untuk publik didasarkan oleh dari tanggung jawab sosial kemudian juga kualitas hubungan dengan pemegang saham, apabila tidak, para pemangku kepentingan akan menekan organisasi untuk berubah atau menentangnya dengan cara yang menambah biaya lalu risiko pada kebijakan serta langkah organisasi.
Oleh akibat itu, perusahaan juga berupaya untuk mendapatkan respons yang tersebut baik dari para pemegang saham, ditambah lagi dengan adanya panduan wajib yang mana harus diterapkan seperti melakukan aksi Corporate Social Responsibility (CSR) juga juga Environmental, Social, and Governance (ESG), juga tambahan lanjutnya lagi menjadi kampanye DEI pada ruang kerja. Menurut Brown (2025), DEI sendiri dapat dijelaskan dengan bagaimana keberagaman pada aspek gender, usia, ras kemudian etnis dan juga juga kemampuan fisik, kesetaraan di perlakuan, serta juga inklusi terhadap perasaan pribadi individu. Dalam kegiatannya untuk mendapat simpati dari para pemegang saham. Dalam kegiatan ini perusahaan perusahaan menggunakan kampanye yang ditujukan untuk membantu kegiatan sosial dari sisi yang dimaksud dianggap penting oleh perusahaan untuk membalas budi terhadap penduduk kemudian juga budaya di area sekitarnya. Dalam penerapan CSR kemudian DEI, suatu perusahaan juga memunculkan sebuah laporan dimana kegiatan yang dimaksud dijalankan oleh perusahaan yang disebutkan menjadi kegiatan hubungan umum yang tersebut diharapkan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh McKinsey (2020) mengenai sustainabilitas, perusahaan yang dimaksud memiliki fokus untuk ESG mempunyai kinerja finansial dibandingkan perusahaan yang tersebut tiada berfokus terhadap ESG. Hal yang dimaksud dikarenakan oleh aktivitas yang dimaksud dijalankan oleh perusahaan yang disebutkan memaksimalkan nilai finansial dengan cara memperbagus hubungan dengan pelanggan kemudian juga bagaimana memproduksi sustainabilitas menambahkan nilai pada bisnis tersebut. Pada halnya di dalam perusahaan yang mana berada di tempat pada negeri telah mulai mengimplementasikan kegiatan kegiatan yang disebutkan pada usahanya. Seperti contohnya, laporan yang digunakan dibuat oleh Unilever Indonesia pada laman daringnya yang dimaksud menyatakan pencapaian DEI yang dimaksud diraih pada tahun 2023.
Pada laman yang disebutkan PT Unilever indonesia menceritakan pencapaian Kesetaraan Gender .Mereka menyebutkan perkembangan di jajaran komisaris, direksi, dan juga manajerialnya yang mana meningkat populasi gender perempuan, kemudian dukungannya terhadap representasi perempuan pada regu kemudian juga penyandang disabilitas. Selain melakukan aksi hubungan publik, PT Unilever Indonesia juga melakukan pergerakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang digunakan baik dengan kode etik Respect, Dignity, & Fair Treatment (RDFT) yang memasarkan keberagaman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan juga memberikan kesempatan yang mana setara, tanpa diskriminasi. Selain itu PT Unilever Indonesia juga menerapkan kerjasama untuk melawan Bullying pada tempat kerja.
Sama halnya dengan etnografi yang mana dilaksanakan pada perusahaan, dengan adanya wawancara yang tersebut diadakan dengan mendalam terhadap karyawan kemudian juga orang orang yang termarginalisasi. Menurut teori dari Spradley (1979) tujuan dari etnografi dilaksanakan untuk mengawasi kemudian juga mendengar sebanyak mungkin saja untuk mendapatkan catatan dari wawancara yang tersebut dijalankan sebaik mungkin saja dan juga bisa jadi mendapatkan cara untuk pemecahan masalah. Hal ini dapat berfungsi untuk kegiatan hubungan umum yang tersebut diadakan oleh suatu perusahaan. Kerjasama yang dimaksud dijalankan oleh etnografer dan juga juga kelompok CSR dapat menghasilkan kembali hasil yang lebih besar rinci terhadap kegiatan CSR yang dijalankan oleh perusahaan, dikarenakan etnografer akan melakukan dengan cara interview dengan regu terkait mengenai informasi dari perusahaan yang dimaksud dan juga juga apa yang digunakan diutamakan di acara csr yang mana akan dilakukan, hal itu akan diadakan pencocokan dengan keadaan sekitar yang digunakan menjadi target dari inisiatif tersebut. Hasil informasi dari etnografi kemungkinan besar tidaklah segera mendapatkan apa yang dimaksud dapat dilakukan, seperti contohnya bagaimana sebuah perusahaan yang mana memiliki berbagai kerugian yang dihasilkan dari bagaimana merek tidaklah dapat meraih calon pelanggan lokal, dapat diidentifikasi masalahnya, namun untuk bidang usaha yang mana dapat diadakan belum tentu dapat berhasil, namun dengan cara komunikasi kritis yang tersebut dibantu dengan etnografi, adanya kemungkinan bahwa tempat yang disebutkan dapat dilayani dengan lebih lanjut baik.